0

Kisah Kasih




Cinta Bukan Sekedar Kata-kata


Ayah telah meninggalkanku dan adik-adikku selama-lamanya. Kala itu aku masih kelas dua Sekolah Menengah Umum (SMU). Sedangkan tiga adikku masing berselisih dua tahun satu sama lain. Adikku yang terkecil baru berusia 10 tahun Kini, Ibu menjadi penyokong utama kebutuhan keluarga..

Ibu menjual barang apa saja yang bisa dijual. Berbekal uang asuransi dari kematian Ayah, Ibu mulai berdagang barang apa saja ke teman dekat, keluarga dan orang yang dikenalnya. Tentu saja penghasilan Ibu tak langsung bisa menyamai pendapatan Ayah. Itu bisa terlihat dari menu makanan yang jauh lebih sederhana daripada sebelum Ayah meninggal.

Ibu belum lapar, Nak. Makanlah kalian. Nanti Ibu menyusul. Oh iya, ikan itu, ibu sedang mual. Kalian habiskan saja.

Ibu mempersilahkan kami menyantap ikan yang hanya ada lima potong. Ibu membiarkan kami memakannya. Aku tahu, ibu tidak mau berterus terang saat itu.

Saat aku lulus SMU, kala itu udara begitu terik. Aku lulus dengan nilai terbaik. Kulihat ibu dengan mata berkaca-kaca memelukku dengan bangga. Ia menuangkan sirup manis yang segar, sesegar wajahnya. Lalu sirup di gelas kecil disodorkannya padaku. Aku tahu Ibu sangat lelah karena keringatnya bercucuran dari dahinya.

Ibu saja yang minum. Ibu pasti sangat haus. Aku mencoba mengembalikan gelas kecil itu pada ibu.

Tidak, Nak. Aku tidak haus. Minumlah, ini untuk prestasimu yang membanggakan.

Aku tahu, ibu juga tak bereterus terang saat itu.

Aku sudah memasuki masa kuliah. Kini ibu jauh dari jangkauanku. Ibu bekerja lebih keras lagi untuk membiayaiku. Kudengar kabar itu dari adikku, Ibu kini sering bangun malam untuk menyiapkan dagangannya yang akan dibawa ke pasar pagi-pagi sekali. Pernah aku menelponnya pada malam hari sekitar pukul 02.00. Kudengar suara ibu sangat perlahan. Aku tahu Ibu bekerja dalam kondisi kantuk yang sangat

Ibu, tidurlah, Ibu kan besok harus berangkat pagi.

Tidak,Nak. Ibu sudah tidak mengantuk lagi. Suara Ibu dari telepon begitu lemah.

Aku tahu, lagi-lagi Ibu tidak berterus terang padaku kala itu.

Setelah lulus kuliah, aku beruntung bisa mendapat pekerjaan dengan gaji yang lumayan besar. Kusisihkan gajiku untuk kukirim pada Ibu di kampung halaman. Tapi apa yang terjadi, Ibu malah mengembalikan uang itu yang diselipkan pada sebuah surat. Dalam surat itu, tertulis:
Ibu masih ada uang, Nak. Jangan merepotkan. Simpan saja, mungkin kamu lebih butuh.

Aku menenteskan air mata. Aku tahu Ibu lagi-lagi tak mau berterus terang padaku.

Belum lama setelah aku menikah, kudengar dari teman satu kampung Ibu sakit parah. Mendengar berita itu, saya langsung berangkat pulang untuk menjenguk Ibu. Saat aku tiba di Rumah Sakit, kulihat tubuh tua itu terbaring lemas di ranjang. Hatiku begitu pilu dan sedih melihat keadaan Ibu. Namun Ibu mempersembahkan senyum yang sangat manis saat aku menatap wajahnya. Aku kemudian mencium tangannya sambil meneteskan air mata.

Jangan menangis anakku, Ibu tidak apa-apa, kok. Sebentar lagi sembuh.
Ibu, aku sayang Ibu. Balasku sambil memeluknya erat.

Dua hari setelah ibu mengucapkan kata itu, beliau meninggalkan kami untuk selamanya, menyusul Ayah.

Ibu, kini aku mendapat pelajaran berharga tentang pengorbanan, membangkitkan semangat, menenangkan hati, kegigihan, kerendahan hati dan kasih sayang tak bertepi dari ketidakterustenganmu, Ibu. Aku tidak mau mengatakannya itu sebuah kebohongan. Bagiku, kau tidak pernah berbohong meski kata-katamu tak sesuai dengan apa yang kau tampilkan.

Ibu, kau mengajarkan aku bagaimana sikap dan perbuatan itu lebih bermakna.

daripada kata-kata. Kau selalu ingin menutupi kemuliaanmu dengan kata-kata yang merendah. Kau telah mewujudkan cinta bukan dari kata-kata, tapi cinta dari hati, sikap dan perbuatan. Bukan cinta palsu yang diumbar lewat kata-kata berbunga dan manis tapi terasa pilu dan menusuk hati karena gersang dari sikap dan perilaku kasih sayang.

Sahabat, beruntunglah kita yang masih memiliki ibu, ayah, guru atau sahabat yang cintanya jujur, karena sikap dan perilakunya yang tak menyalahi janjinya pada cinta kepada Tuhan-Nya dan kasih sayang pada manusia.



Oleh : Achmad Siddik Thoha








 

0 komentar:

Posting Komentar

Siguiente Anterior Inicio